Tugu Yogyakarta Jadi Saksi Bisu Sejarah Kota Gudeg

Pendidikan —Sabtu, 2 Jul 2022 09:52
    Bagikan  
Tugu Yogyakarta Jadi Saksi Bisu Sejarah Kota Gudeg
Tugu Yogya.* (FOTO: Pinterest)

DEPOSTJOGJA,- Tugu Yogyakarta adalah penanda batas utara kota tua Yogya. Tugu Yogya bukanlah tugu sembarangan, namun jadi saksi bisu mitos yang bersejarah dan sejuta misteri di dalamnya.  Sehingga menjadi salah satu keistimewaan yang dimiliki kota Yogyakarta.

Tugu ini sekarang menjadi salah satu objek pariwisata Yogya.  Awalnya mempunyai nama Tugu Golong Gilig dan sekarang dikenal juga dengan istilah “tugu pal putih” (pal artinya tugu).  Warna cat yang digunakan sejak duu adalah warna putih. Tugu pal ini berbentuk bulat panang dengan bola kecil dan ujung yang runcing di bagian atasnya.

Tugu Yogya dibangun pada tahun 1755 oleh Sri Sultan Hamengku Buwonoi I, pendiri kraton Yogyakarta.  Yang memiliki nilai simbolis dan merupakan garis yang bersifat magis menghubungkan Laut Selatan, Kraton Yogya dan Gunung Merapi.

Pada masa awal berdiri, bangunan ini secara tegas menggambarkan Manunggaling Kawula Gusti.  Yaitu semangat persatuan rakyat dan penguasa untuk melawan penjajahan. Semangat persatuan atau yang disebut golong gilig itu tergambar jelas pada bangunan tugu.  Tiangnya berbentuk gilig (silinder) dan puncaknya berbentuk golong (bulat) hingga akhirnya dinamakan Tugu Golong Gilig.

Keberadaan tugu ini juga sebagai patokan arah ketika Sri Sultan Hamengku Buwono I pada waktu itu melakukan meditasi.  Yang menghadap ke puncak Gung Merapi. Bangunan Tugu Jogja saat itu berbentuk tiang silinder yang kerucut ke atas.  Sementara bagian dasarnya berupa pagar yang melingkar, dan bagian puncaknya berbentuk bulat. Ketinggian bangunan Tugu Golong Gilig ini awalnya mencapai 25 meter.

Baca juga: Iroth Sonny: Output dan Outcome Rapimnas SMSI 2022 Harus Jelas

Kondisi Tugu Yogya berubah total pada 10 Juni 1867.  Saat itu terjadi bencana gempa bumi yang besar mengguncang Yogyakarta, yang membuat bangunan tugu runtuh. Runtuhnya tugu karena gempa inilah yang membuat keadaan alam kondisi transisi karena makna persatuan benar-benar tercermin pada bangunan tugu.

Di tahun 1889, keadaan tugu benar-benar berubah saat pemerintahan Belanda merenovasi seluruh bangunan tugu. Saat itu, tugu dibuat dengan persegi tiap sisi dihiasi semacam prasasti yang menunjukan siapa saja yang terlibat dalam renovasi itu. Bagian puncak tugu tidak lagi bulat tetapi berbentuk kerucut yang runcing.

Ketinggian bangunan pun menjadi lebih rendah yakni hanya setinggi 15 meter atau 10 meter lebih rendah dari bangunan semula. Sejak saat itulah, tugu ini disebut sebagai De White Paal atau Tugu Pal Putih. Penombakan bangunan tugu saat itu sebenarnya salah satu taktik Belanda untuk mengikis persatuan antara rakyat dan raja. Namun melihat perjuangan rakyat dan raja di Yogyakarta yang berlangsung sesudahnya, akhirnya upaya tersebut tidak berhasil.* (PARISAINI R ZIDANIA)

Baca juga: Inovasi Juwita 1000 Harta, Turunkan Tingkat Stunting di Klaten

Editor: Zizi
    Bagikan  

Berita Terkait