DEPOSTJOGJA,- Namun Dini memaksa. Bahkan Sri yang memegang tangannya Dini pelototi hingga akhirnya mereka mengalah. Dini membuka pintu. Di sana, Mbah Tamin berdiri. Ia hanya diam dan menatap mereka semua sebelum akhirnya melangkah masuk ke rumah.
Anehnya, malam itu wajah Mbah Tamin tampak merah padam. Ia tidak langsung berbicara pada mereka. Tidak membahas kenapa tadi pintunya tidak langsung dibuka padahal ia sudah memanggil-manggil dari tadi.
Namun, Sri merasa mbah Tamin tahu bahwa ia baru saja lalai terhadap Dela. Sri dan yang lain mengikuti mbah Tamin, masuk ke dalam kamar Dela. Lalu perlahan, ia membuka keranda bambu kuning. Ia membukanya kali ini tanpa mengikat Dela terlebih dahulu. Seakan ingin mengulang kesalahan Sri.
Hanya Sri dan Erna yang memandang hal itu dengan ngeri. Sri mendekat perlahan, seakan ingin melihat lebih dekat apa yang orang tua itu lakukan. Lalu, tiba-tiba mata Dela terbuka, ia melihat mbah Tamin, menatanya cukup lama. Sebelum akhirnya marung layaknya gadis kecil.
“Loro ki, loro (sakit ki, sakit sekali).” Dela hanya menangis. Mbah Tamin hanya bisa membelai rambut Dela dan berusaha menenangkannya. Pandangan itu seperti melihat seorang ayah dan anak yang saling mengasihi. Namun, Sri masih belum mengerti, kenapa seakan Dela yang ini berbeda dengan Dela yang Sri dan Erna temui tadi.
Baca juga: Pasar Bubrah di Gunung Merapi, Kisah Turun Temurun dari Generasi ke Generasi
Apa yang terjadi sebenarnya? Tanya Sri dalam hati. “Sing sabar yo nduk, mari iku puncak lorohmu (sabar ya nak, sebentar lagi adalah puncak rasa sakitmu),” ucap Mbah Tamin sambil mengelus rambut Dela.
Lalu, Dela melirik Sri dan yang lainnya yang hanya dia mematung. Tatapannya seperti sedang mengucapkan, “Terimakasih sudah mau merawat saya”.
Mbah Tamin lalu mengikat tangan dan kaki Dela. Tergambar wajah sedih disana. Ia lalu masuk ke dapur sambil mengambil kain putih besar. Saat mbah Tamin kembali ke kamar Dela, Dela menangis semakin keras, ia berulang kali mengingatkan.
“Ojok ki, ojok baleno aku nang kono (jangan ki, jangan kembalikan saya kesana).” Namun mbah Ttamin tetap meletakkan kain putih itu, menutupi sekujur tubuh Dela yang meronta-ronta. Terakhir, Mbah Tamin membakar kemenyan. Sebelum memegang kepala Dela, terdengar suara raungan yang mengguncang seisi rumah itu.
Sri dan Erna sampai mundur. Sosok di dalam kain terus meraung layaknya iblis yang Sri saksikan tadi. Kali ini, Dini tampak terguncang. Bingung dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Terdengar suara marah dari dalam kain. Ia adalah wujud tadi yang Sri saksikan, “Menungso bejat (manusia brengsek).”
Mbah Tamin terus menekan kepalanya. Membuat suara itu semakin menjerit marah. Setelah kurang lebih 5 menit mbah Tamin melakukan itu, perlahan sosok itu mulai tertidur. Mbah Tamin membuka kain itu. Ia melihat Dela memejamkan matanya.* (Bersumber dari Twitter @simplem81378523 / PARISAINI R ZIDANIA)
Baca juga: Pemakaman Emmeril Kahn Mumtadz Berlangsung Penuh Haru