DEPOSTJOGJA,- Sri yang mendengar pertanyaan itu awalnya kaget. Dengan gagap, Sri menjawab bahwa benar ia lahir di hari Kliwon namun ia tidak tahu bahwa itu adalah hari Jumat.
Si pemilik jasa mengangguk, seakan ia sudah menemukan apa yang ia cari. Berbeda dengan Sri, ia justru menganggap pertanyaan ini adalah pertanyaan yang aneh.
“Hayangati ya Sri,” (hari lahir kamu istimewa ya Sri) kata si pemilik jasa, ia kemudian membawa Sri menuju ruangan yang lebih besar, lebih megah. Sri diminta menunggu. Namun ternyata sudah ada 2 orang lainnya yang sudah duduk di sana terlebih dahulu. Tampaknya, Sri sudah lolos.
Selama berjam-jam, Sri menunggu sembari mengobrol dengan 2 orang yang duduk. Namanya Erna dan Dini. Usianya tidak begitu jauh dengan Sri, masih muda juga belum menikah. Tidak lama berselang, si pemilik jasa memanggil salah satu dari mereka. Erna keluar.
Lama tidak kembali, sekarang giliran Dini yang dipanggil. Sekarang Sri sendirian menunggu di ruangan itu. Di sela kebosanannya, Sri melihat-lihat lewat jendela, ia melihat banyak mobil terparkir disana.
Kini, giliran Sri yang dipanggil. Dengan sedikit rasa ragu, Sri keluar berjalan menuju ruangan tadi. Bersama si pemilik jasa, ada seorang wanita yang memakai pakaian adat, kebaya, lengkap dengan sanggul. Duduk dengan anggun sembari menatap Sri dari ujung kepala hingga mata kaki.
Ia tersenyum, sangat tulus, membuat Sri menjadi sungkan. Seakan berhadapan dengan orang yang derajatnya tinggi sekali. Sri bahkan tidak berani melihat matanya, auranya membuat Sri merasa “kecil”.
Baca juga: Menko Polhukam Resmikan Balai Rehabilitasi Napza Adhyaksa di 10 Provinsi, Termasuk DIY Yogyakarta
“Ayu ne,” (cantik sekali) ucapnya dengan suaranya yang sangat halus. Sri diminta duduk, kemudian si pemilik jasa memperkenalkan siapa wanita anggun itu. Rupanya, wanita anggun itu adalah pemilik rumah makan yang saat itu terkenal sekali seantero Jawa Timur. Sebegitu terkenalnya membuatnya memiliki kekayaan yang tidak lagi perlu dipertanyakan.
Namanya, Kembang Krasa, meski itu hanya semacam gelar, namun Sri tahu arti nama itu. Yang berarti Bunga Krasa, bunga yang sejak dulu sudah melegenda wanginya. Sebelum tumpas, untuk menyingkirkan balak di atas gunung l***, saat lelembut masih mendiami tanah jawa.
Semua orang disini sudah tahu tentang cerita itu, Sri hanya menunduk. Ia masih segan menatap wanita itu. “Angkaten sirahmu ndok, ra usah wedi ngunu, mbah ki wes tuwek, ra usah hormat koyok ngunu,” (angkat kepalamu nak, tidak usah takut begitu, mbah ini sudah tua loh, tidak perlu sehormat itu).
Sri mengangguk, ia tidak membuang rasa segannya, seperti yang ia perintahkan. Tibalah, mbah Krasa mulai mengajukan beberapa pertanyaan yang sama. Mulai dari weton, lahir, penanggalan yang bahkan Sri bingung menjawabnya. Puncaknya, saat ia menyentuh tangan Sri, ia tersenyum.
“Ndok, gelem kerjo ambek mbah,” (nak, kamu mau kerja sama saya) Sri mengangguk. “Jalok piro bayaranmu sak wulane,” (Kamu minta berapa untuk gajimu dalam sebulan) Sri bingung menjawabnya. Dengan gugup, ia mengatakan “700 ewu mbah, nek saget,” (700 ribu nek, kalau bisa).
Sri melirik wanita itu, namun ia tetap anggun dengan senyumannya. “700 ewu” (700 ribu) katanya. “Yo opo, nek tak kek’I sak wulane, 5 yuto,” (bagaimana bila, setiap bulan, ku kasih kamu 5 juta). Sri kaget bukan main, saat itu gaji PRT hanya 500 ribu rupiah.
Sri pun setuju. Sri bingung, pekerjaan macam apa yang digaji setinggi itu. Pekerjaan apakah yang akan Sri kerjakan dengan gaji sebesar itu?* (Bersumber dari Twitter @simplem81378523 / PARISAINI R ZIDANIA)
Baca juga: Bagian 1, Misteri Sewu Dino