DEPOSTJOGJA,- “SANTET?” Ucap Sri dan yang lain bersamaan karena kaget. Sri dan yang lainnya semakin menegang. “Iyo, magkane, cah iku, di gowo nang kene, disingitno, ben isok tahan, sampe ketemye awulurane (iya, karena itu dia di sembunyikan disini, biar bisa bertahan, sampai ketemu cara memasang santetnya).”
“Disingitno tekan sinten mbah (disembunyikan dari siapa mbah?),” tanya Sri, yang terlihat semakin tertarik, seakan semua yang ada membuatnya penasaran.
Mbah Tamin menatap Sri. Matanya seakan tidak nyaman dengan pertanyaan itu. “Akeh sing rung mok erohi, luweh apik gak roh ae (banyak yang tidak kamu ketahui, lebih baik kamu tidak tahu saja).”
Seketika suasana menjadi hening. Mbah Tamin mengambil sebuah kotak, mengambil sejumput daun kering dari dalam kotak itu dan memelintirnya dengan kertas. Sebelum akhirnya ia menyesapnya kuat-kuat. Asal mengepul keluar dari mulutnya.
“Sak iki, tak uruki tugas’e njenengan kabeh yo (sekarang waktunya saya memberi tahu tugas kalian disini).” Mbah Tamin berdiri, ia memberi tanda agar Sri dan yang lain mengikutinya. Ia berjalan di samping sisi rumah. Banyak sekali potongan kayu disusun. Memang rumah ini terlihat mengerikan dengan pencahayaan yang hanya berasal dari lampu petromak. Selain itu, kegelapan ada dimana-mana.
Ia berhenti tepat di belakang rumah. Disana ada sebuah pagar bambu. Di dalamnya ada sebuah sumur. Tempat untuk mandi dan tempat untuk mengambil air untuk kebutuhan hidup selama tinggal di sini. Termasuk untuk basuh sudo (tubuh mati) Dela yang terbaring tidak bergerak.
Baca juga: Bagian 5, Misteri Sewu Dino
Hanya Sri yang berinisiatif bertanya. Terutama soal cara memandikan Dela. Entah kenapa, Sri seakan tahu cara memandikannya pasti tidak sama dengan memandikan orang biasa. Hal itu membuat Mbah Tamin tersenyum. Seakan mempersingkat penjelasan beliau tentang semua ini.
“Iyo cara ngedusine, pancen onok tata carane, salah sijine, kembang pitung rupo (iya cara memandikannya memang berbeda, ada tata caranya, salah satunya dengan bunga 7 rupa).”
Mbah Tamin menunjuk sebuah tempat khusus. Di tempat itu, ada bunga dengan rupa berbeda dan diletakan di atas tempeh. Dengan cekatan, mbah Tamin mengisi baskom dengan air, mencampurinya dengan bebungaan itu. Lalu membawanya ke tempat Dela tertidur.
Lalu, ia melihat Sri memanggilnya. Dini dan Erna hanya mengamatinya. Ia diminta mengikat tangan dan kaki Dela, Sri mengikuti apa kata Mbah Tamin.
Walau sebenarnya ia bingung, kenapa Dela harus diikat. Setelah Sri menyelesaikan tugasnya, Mbah Tamin baru membuka keranda bambu kuning itu. Ia mulai membasuh badan Dela, Sri ikut membantu. Di sana, ia menemukan fakta lain. Perut Dela seperti mengandung.
Sri yang membasuhnya, menatap mbah Tamin dengan tatapan yang bingung dan kaget. Namun, mbah Tamin tampak mengerti apa yang Sri tanyakan. Setelah selesai dengan semua itu, keranda kembali di tutup dan kain yang mengikat Dela dilepas satu persatu.
Mbah Tamin melangkah pergi. “Mbah” kata Sri sambil mengejar Mbah Tamin. Dibelakangnya ada Dini dan Erna yang tidak tahu apa yang baru saja Sri lihat.
“Engkok, tak ceritani, nek awakmu wes siap (nanti saya ceritakan kalau kamu sudah siap saja),” kata Mbah Tamin. “Tugasmu kabeh, ngurus Dela (tugas kalian semua mengurus Dela).”
Sudah tiga hari. Sri, Dini dan Erna sudah bergantian mengurus Dela. Bagaimanakah cerita Sri saat mengurus Dela? Apakah semua pertanyaannya sudah terjawab?* (Bersumber dari Twitter @simplem81378523 / PARISAINI R ZIDANIA)