DEPOSTJOGJA,- Didalamnya ada seorang gadis yang mungkin masih SMA. Masih sangat muda sedang memejamkan matanya. Dibadannya, dia melihat nanah busuk dan garis lebam hitam.
Siapa? Tanya Sri dan yang lainnya dalam hati.
“Nami kulo Tamin, kulo ngertos, akeh sing kepingin njenengan takokno, enten opo sing kedade nang kene (Nama saya Tamin, saya mengerti, pasti banyak yang ingin kalian tanyakan tentang apa yang baru saja kalian lihat disini).” Pria itu membungkuk, sebelum melangkah keluar kamar.
“Onok opo aslina nang kene (ada apa sih sebenarnya ini),” kata Dini. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya pada gadis itu. Matanya terpejam, dikurung oleh bambu kuning yang menyerupai keranda mayat. Sri dan yang lain yakin, ada sebuah rahasia di tempat ini, namun apa itu?
Di saat sedang kebingungan, Sri melangkah mundur. Ia merasa tidak sanggup lagi melihat gadis itu yang entah siapa dan entah kenapa bisa ada di sini. Ia berniat mencari tahu, dan bertanya langsung kepada sopir yang mengantar mereka. Sampai langkahnya terhenti ketika ia mendengar si sopir berbicara.
Ilustrasi.* (FOTO: Pinterest)
“Gik, opo gak ono sing jelasni nang cah iku mai, kerja opo nang kene, kok koyok’ ane kaget mgunu (Gik, apa gak ada yang kasih tahu mereka, pekerjaan yang sebenarnya dijanjikan disini, kok tampaknya mereka kaget sekali).”
Si ospir menjawab, “Daring mbah, ngapubten (Belum mbah. Maaf).”
“Awakmu langsung balik tag? Gak mene a? (loh kamu mau langsung pulang? Gak besok saja?)” tanya si Mbah.
“Mboten mbag, mbenjeng kulo kudu ngantar ibuk (tidak mbah, besok saya harus mengantar ibu).”
“Yowes ati-ati, langsung muleh, wedine onok iku (yasudah hati-hati, takutnya ada itu).”
Baca juga: Bagian 3, Misteri Sewu Dino
“Iku,” dalam batin Sri bertanya. Apa maksud kalimat itu? Apa yang mengikuti sebenarnya? Dan ada apa semua ini? Banyak pertanyaan muncul di kepala Sri, sebelum si mbah tiba-tiba bicara.
“Metuo ndok, aku roh awakmu nang kunu (keluar saja nak, saya tahu kamu ada di situ).” Sri melangkah keluar, melihat cahaya lampu mobil mulai menjauh, pudar kemudian menghilang.
“Celuk’en kancamu, ben ngerti alasan kenek opo sedoyo onok nang jene (panggil temanmu, biar mengerti, kenapa kalian disini).” Sri pun memanggil yang lain untuk bergabung.
Mbah Tamim duduk di kursi panjang. Matanya menerawang jauh di teras rumah gubuk. Sementara Sri dan yang lain berdiri menunggu penjelasan tentang semua ini.
Suasana di hutan semakin mencekam. Setiap sudut pohon seakan hidup dan mengamati mereka. Sri merasa kecil di tempat ini.
“Aku isih ilingm cah ciik ayu, ceria, ra nduwe duso (aku masih ingat, anak kecil cantik ceria belum punya dosa).”
“Koyok jek wingi, yo tapi, cah cilik iku, sak iki, nang ambang nyowo, perkara santet menungso laknat! (seperti baru kemarin rasanya, tapi sekarang anak kecil itu terbaring sakit, melawan kodrat nyawanya hanya karena santet dari manusia biadab!!).”
Wajah Mbak Tamim menegang, kalimatnya seperti penuh amarah. Membuat Sri dan yang lain menjadi ngeri.
“Cah cilik iku, Dela, yo iku, sing nang kamar (Anak kecil itu Dela, yang ada di kamar).”
“SANTET?” ucap Sri dan yang lain bersamaan karena kaget.
Sri dan yang lain semakin menegang. Apakah yang sebenarnya terjadi kepada Dela? Santet apakah yang dimaksud?* (Bersumber dari Twitter @simplem81378523 / PARISAINI R ZIDANIA)
Baca juga: Bagian 4, Misteri Sewu Dino