YOGYAKARTA, DEPOSTJOGJA
Oleh: Amir Machmud NS
TERLEPAS dari aneka kontraksi di seputar perpisahan Lionel Messi dengan Barcelona, sejatinya realitas pahit itu patut dipahami sebagai "sunnatullah".
Ya, momen itu pasti bakal terjadi, walau entah kapan. Hanya, keterkejutan keluarga besar Camp Nou kemarin tampaknya karena proses perpisahan yang terasa mendadak. Kedua belah pihak sama-sama mengingini kelanjutan kebersamaan, namun terhalang financial fair play sebagai aturan La Liga dan UEFA.
Benarlah seperti yang sering menjadi adagium dalam sepak bola, tak ada seorang pemain -- sehebat apa pun -- yang lebih besar dari klub. Klub akan terus ada, sedangkan bukankah pemain punya keterbatasan masa edar?
Tak juga Johan Cruyff terhadap Ajax Amsterdam, Franz Beckenbauer dengan Bayern Muenchen, Diego Maradona di FC Napoli, Francesco Totti di hadapan AS Roma, atau Paolo Maldini di AC Milan.
Mereka masih mulia, karena diposisikan sebagai legenda terhormat, dan berhenti bermain di klub masing-masing karena masa persiapan pensiun.
Tentu berbeda dari "gaya Real Madrid" memperlakukan ikon-ikonnya. Anda tentu mencatat bagaimana Madrid mengakhiri hubungan dengan Fernando Hierro, Raul Gonzales, atau Iker Casillas.
Baca juga: Gerbang Kerajaan Nyi Roro Kidul, Simak 5 Pantai Eksotis Berbalut Mistis yang Dipercaya
MEMBANGUN KARAKTER BARU
Bagi Barcelona, kondisi tanpa sang maharaja kini menuntut kesadaran untuk membangun "kerajaan baru". Psikologi, konfidensi, dan magnet klub pasti berubah.
Selama hampir 20 tahun, Azulgrana sangat bergantung kepada La Pulga. Keberadaan Messi sangat mutlak, baik sebagai mesin gol yang tiada tara, maupun dalam menghidupkan skema permainan dengan keelokan tiki-taka yang tiada tara.
Messi memang bukan sosok yang berjuang sendiri. Dia butuh "bimbingan" Ronaldinho dalam proses pematangannya; dimanjakan oleh Xavi Hernandez dan Andres Iniesta pada masa-masa puncak kejayaan Barca; pun apabila Luis Suarez absen terasa ada ketimpangan dalam pemaksimalan kehebatannya.
Maradona pernah menciptakan fenomena "seorang kapten yang dibantu 10 pemain lainnya" ketika Argentina memenangi Piala Dunia 1986. Messi pun menghadirkan atmosfer serupa saat Xavi dan Iniesta sudah meninggalkan Barcelona.
Maka tentu menarik menggambarkan, seperti apa kira-kira "formasi normal" Blaugrana tanpa sosok yang selama ini menjadi "alien" pembeda dan mampu mengubah permainan?
Dalam laga pramusim Trofeo Joan Gamper beberapa hari lalu, dengan mantap Barca mengalahkan Juventus 3 - 0. Pemain baru Memphis Depay juga unjuk ketajaman dengan gol-gol indah dalam pertandingan pemanasan musim. Sedangkan sejumlah wonderkid menunjukkan sikap menarik: seolah-olah "menyampaikan" bahwa mereka adalah masa depan klub ini.
Tiga rekrutan baru Memphis Depay, Sergio Aguero, dan Eric Garcia menjadi harapan untuk merawat cahaya Barca. Mereka akan bahu membahu dengan para pemain senior yang selama ini lebih terkesan "sekadar membantu" Messi, yakni Frenkie de Jong, Antoine Griezmann, Ousman Dembele, dan Oscar Mingueza.
Nah, siapa tahu Griezmann bakal "meledakkan" tuntas potensinya justru dengan tanggung jawab yang lebih besar sepeninggal La Pulga?
Baca juga: Kupas Tuntas Mitos Malam 1 Suro, Memandikan Barang-Barang Pusaka
Baca juga: Resep Cemilan Klepon Martapura Lezat dan Gurih
Pelatih Ronald Koeman boleh lega dengan performa awal pemain mudanya. Ansu Fati yang sudah banyak "terbimbing" pada era Messi perlu lebih banyak mendapat menit bermain untuk mengeksplorasi eksepsionalitasnya. Hanya karena cedera panjang maka musim lalu dia banyak kehilangan kesempatan bermain.
Pedri Gonzales selama
musim 2020-2021 telah banyak membantu Messi. Posisinya tak tergantikan dalam tim nasional Spanyol di Euro 2020 dan skuad Olimpiade Tokyo. Dia disebut-sebut sebagai "New Iniesta", yang bahkan membuat Leo Messi menemukan kembali kegembiraan bermain di sisa musim kemarin.
Satu lagi, Pablo Martin "Gavi". Dalam beberapa laga uji coba, anak ajaib ini menjadi pengatur permainan dengan bakat menonjol dan konfidensi kuat. Lalau konsistesi Gavi terjaga, dia bisa berkembang menjadi "Xavi baru".
Koeman masih punya tiga wonderkid lainnya, yakni Ruigi Puiq, Ilaix Moriba, dan Alex Collado. Mereka akan mematangkan diri seiring dengan kebutuhan rotasi dari kedalaman skuad sekarang.
Baca juga: Jelajahi Kota Zaman Dulu di Semarang
Baca juga: Tips Minuman Segar yang Bisa Membersihkan Tubuh
PEDRI MANTAP
Agaknya, dalam gambaran formasi ideal Koeman, di antara para wonderkid itu, hanya Pedri yang sudah mantap sebagai starter. Kita lihat dalam perjalanan kompetisi nanti. Apabila satu-dua pemain remaja itu mampu membuktikan diri sebagai substitusi yang memberi signifikansi determinasi permainan, Koeman bakal membuat sejarah pula dengan racikannya.
Dari berbagai sumber, digambarkan skema awal "Barcelona baru" adalah Marc-Andre Ter Stegen (kiper), Gerard Pique, Eric Garcia (bek tengah), Jordi Alba, Sergino Dest (bek sayap), Sergio Busquets, Pedri, De Jong (gelandang), Depay, Aguero, Griezmann (penyerang).
Di barisan cadangan masih terdapat beberapa nama besar, namun fokus untuk memadukan stok senior yang sudah sangat memahami karakter tim. Berikutnya young gun yang antre unjuk kontribusi. Juga tiga rekrutan baru yang menjanjikan. Potensi itu bakal lebih memudahkan pelatih merancang sejumlah opsi.
Lalu siapa yang bakal menjadi pembeda?
Bisa saja Depay, Aguero, atau Griezmann. Bisa pula Pedri, atau Ansu Fati yang diam-siam menjadi "senjata rahasia".
-- Amir Machmud NS, wartawan senior, kolumnis sepak bola, dan penulis buku.